Fakta hidup setiap hari menunjukan bagaimana orang berpolitik dengan menghalalkan segala cara. Dunia politik menjadi arena perebutan kekuasaan politik yang jauh dari itikad baik untuk mengabdi dan melayani. Ketika belum menjadi pemimpin, mereka mengeluarkan suara-suara kritis profetis terhadap berbagai ketimpangan yang ada. Namun, ketika masuk dalam lingkungan kekuasaan, suara-suara kritis itu perlahan-lahan hilang dan tak lagi bergema. Kekeritisan mereka seakan tak berdaya menghadapi empuknya singgasana keuasaan yang diraih. Dan ini berbahaya, karena ketika daya kritis itu tumpul, tatkala suara profetis itu terbungkam, komitmen awal mengabdi rakyat kecil cuman menjadi masa lampau. Komitmen ini hanya menjadi nostalgia saat berhasil mengelabui rakyat dengan iming-iming dan janji-janji serta program-program yang terkesan spektakuler dan populis. Meminjam istilah Featherstone, dunia perpolitikan kita menjadi dunia 'seolah-olah' (virtual reality). Disebut negara demokrasi tetapi nepotisme bertumbuh subur. Fokus pada divestasi, namun kebanyakan memperkaya kantong pribadi. Target pemberantasan korupsi, namun selalu ada jalan untuk berkonspirasi dengan para koruptor.
Suatu hal yang mesti diperhatikan oleh pemimpin daerah dalam upaya mentahtakan kembali hati nurani pada singgasana terhormatnya sebagai 'guru moral', meminjam istilah Henry Newman. Hal ini harus menjadi prioritas mengingat hati nurani senantiasa memastikan pilihannya pada nilai-nilai kebaikan, kejujuran dan kebenaran. Mendengar nurani jeli menjadi senjata utama melawan kecenderungan nurani manusiawi yang menarik dan mengoda manusia melakukan berbagai praktik politik tercela. Karena itu, saya menyetujui buah pemikiran Michel Foucualt yang menggagas apa yang disebut political spirituality (kerohanian politik).
Politik in se tak dapat melepaskan diri jarigan norma etis moral. Moralitas politik harus menyata dalam pelayanan, pengabdian dan keberanian menolak konspirasi yang merugikan rakyat. Kerohanian politik menjadi lebih murni bila ada respek terhadap suara hati. Wahai para pemimpin (Bupati/Wakil Bupati terpilih), rakyat sedang menanti realisasi janji-janji dan program-program kerja anda. Komitmen saat berkampanye tak ternilai tanpa realisasi sini kini. Mulailah sekarang dan buktikan bawah anda memiliki komitmen populis, bukan saja pandai bermain dalam tataran politik wacana.(*)