Mengapa? Karena kekurangannya yang cukup mendasar, seperti tidak tahan terhadap rayap, air, dan api. Meski ada jenis parket dengan harga lebih mahal yang dilapisi coating agar tahan air, tetap saja dalam jangka panjang bisa rusak, terutama jika digunakan di rumah yang lembap atau rawan rayap.
Setelah itu, masyarakat beralih ke vinil. Vinil merupakan pengembangan dari parket, tetapi memiliki sistem yang berbeda.
Vinil berupa lembaran tipis, biasanya berukuran 2 hingga 3 milimeter, dan cara pemasangannya menggunakan lem, bukan sistem klik. Lem yang digunakan biasanya adalah lem kuning, dan pemasangan bersifat semi permanen.
Vinil lebih tahan terhadap air karena terbuat dari bahan semi plastik, dan juga cukup tahan terhadap api karena jika terkena api, tidak mudah menjalar. Namun, kelemahannya ada pada sensasi ketika diinjak. Karena langsung ditempel pada lantai atau keramik, vinil terasa lebih keras dan tidak senyaman parket. Tampilan luarnya memang menyerupai kayu, tetapi rasa hangat dan lembutnya sudah berkurang.
Selain itu, pemasangannya pun lebih memakan waktu karena setiap lembar harus diolesi lem satu per satu. Akibatnya, proses pemasangan menjadi lebih lama.
Dari kekurangan tersebut, lahirlah produk baru yang menggabungkan kelebihan parket dan vinil, yaitu SPC. SPC memiliki sistem klik seperti parket, serta tahan air dan rayap seperti vinil.
Bentuk SPC berupa lembaran panjang atau plank yang cukup keras, dengan ketebalan bervariasi antara 4 hingga 6 milimeter.Sistem klik membuat pemasangan lebih cepat, efisien, dan tidak menimbulkan bau seperti saat menggunakan lem kuning.
Kita tahu bahwa lem kuning memiliki aroma tajam yang menyengat, sehingga setelah pemasangan vinil, ruangan harus dikosongkan selama beberapa hari hingga baunya hilang. SPC menghilangkan permasalahan ini.
Lalu bagaimana sensasi saat diinjak? SPC berada di antara parket dan vinil.
Editor : Wanda Nurma Saputri
