KUPASONLINE.COM -Pembuatan sertifikat tanah melalui program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL) pemohon tidak dikenakan biaya atau gratis. Karena itu adalah program pemerintah yang diajukan desa pada Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Namun hal ini bertolak belakang di nagari Mungo, kecamatan Luak, kabupaten Limapuluh Kota. Justru aparat nagari dan pucuak adat diduga memunggut biaya pembuatan dan pengurusan sertifikat kepada 63 orang sebesar Rp500 ribu/sertifikat,"ujar Syafri (46) salah seorang warga setempat kepada wartawan via WAnya, Kamis 26 Desember 2024.
Ditambahkan Syafri, semua biaya di BPN disubsidi oleh pemerintah. Termasuk biaya pengukuran tanah. Sebab, pengukuran telah dipihak ketigakan oleh Pemerintah Pusat dengan sistem satu kali kontrak. Sementara proses lelang dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
“Masyarakat tidak dipungut biaya pengukuran, juga tidak dipungut tentang sertifikat, bahkan semuanya gratis dari BPN,”jelasnya.
Pemohon, kata Syafri hanya dibebani biaya pemasangan tanda batas (Patok), pembiayaan materai dan pengisian blanko. Memang masyarakat perlu hati-hati dengan oknum yang mengatasnamakan apa saja tentang pembuatan sertifikat. Jangan mudah percaya.
Kita menyayangkan adanya dugaan pungutan pada kegiatan PTSL tahun 2024 di nagari Mungo yang disinyalir terjadi pungli karena besaran tidak sesuai dengan SKB 3 menteri yang menetapkan untuk wilayah Sumbar sebesar biaya PTSL hanya Rp250.000. Sedangkan yang dibebankan ke masyarakat sebanyak 750.000 per sertifikat tampa ada dasar hukum yang mengatur sehingga sangat membebani masyarakat dan menyalahi aturan.
"Seharusnya kita sama-sama untuk mensukses program pemerintah bukan menumpang dengann program tersebut,"sebut Syafri.Untuk itu, kepada pihak BPN/agraria diharapkan untuk lebih mensosialisasikan kepada masyarakat tentang hal-hal yang berkaitan dengan program ini, baik mengenai aturan. Mekanisme terutama soal biaya biar masyarakat mengetahuinya.
Masyarakat diharapkan lebih cerdas dan kritis dalam setiap program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Kemudian, Bamus sebagai representasi masyarakat ditingkat nagari yang punya peran fungsi pengawasan, seharusnya peka dan cepat tanggap menyikapi dan bisa memproteksi setiap kegiatan yang dilaksanakan di nagari.
Editor : Sri Agustini