Penemuan hukum adalah proses penafsiran dan pengembangan hukum oleh hakim atau pihak yang berwenang untuk menerapkan aturan hukum yang ada terhadap situasi atau kasus tertentu yang belum secara spesifik diatur dalam undang-undang atau peraturan. Penemuan hukum diperlukan ketika aturan hukum yang ada tidak jelas, tidak lengkap, atau tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat sehingga memerlukan penyesuaian.
1. Hakim sebagai penemu hukum
Hakim sebagai penemu hukum berarti bahwa dalam menjalankan tugasnya, seorang hakim tidak hanya bertindak sebagai penerap hukum, tetapi juga menemukan hukum yang relevan ketika aturan tertulis tidak mencakup suatu kasus tertentu. Peran ini sangat penting karena tidak semua peristiwa atau konflik sosial telah diatur secara spesifik dalam undang-undang. Hakim dituntut untuk menggunakan kemampuan analisis dan penalaran hukumnya untuk memastikan keadilan dan kepastian hukum tetap tercapai.
Contoh Kasus
Kasus:
Di Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) menyatakan bahwa pemaksaan hubungan seksual dalam perkawinan dapat dikategorikan sebagai kekerasan seksual. Namun, sebelum aturan ini diterapkan secara tegas, konsep marital rape masih menjadi perdebatan karena tidak diatur secara eksplisit dalam KUHP.Peran Hakim:
Hakim dalam sebuah kasus kekerasan rumah tangga bisa saja menafsirkan pasal dalam UU PKDRT bahwa tindakan pemaksaan seksual dalam perkawinan adalah pelanggaran hukum. Putusan ini dianggap sebagai upaya penemuan hukum karena hakim mengisi kekosongan hukum terkait marital rape dalam KUHP dengan mengacu pada prinsip perlindungan hak asasi manusia dan yurisprudensi internasional.
Tugas Hakim dalam Penemuan Hukum adalah
- Menafsirkan Aturan Hukum yang Ada
- Mengisi Kekosongan Hukum (Lacunae)
- Menemukan Solusi Hukum
- Menyesuaikan Hukum dengan Perkembangan Masyarakat
2. Metode Penemuan Hukum
Editor : Sri Agustini