Pimpinan DPRD Payakumbuh Wulan Denura Apresiasi Orasi Mahasiswa

×

Pimpinan DPRD Payakumbuh Wulan Denura Apresiasi Orasi Mahasiswa

Bagikan berita
Pimpinan DPRD kota Payakumbuh Wulan Denura, S.ST saat menerima aksi damai aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Paliko ke gedung DPRD setempat, Senin 26 Agustus 2024.
Pimpinan DPRD kota Payakumbuh Wulan Denura, S.ST saat menerima aksi damai aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Paliko ke gedung DPRD setempat, Senin 26 Agustus 2024.

MK dibentuk untuk menjalankan Judicial Review atas UU yang bertentangan dengan UUD RI 1945, hal ini merupakan perkembangan hukum politik ketatanegaraan modern di Indonesia.

Namun, cita-cita pembentukan MK ini telah dicederai, sebab MK yang seharusnya menjadi the guardians of constitution dan di dalam teori trias politica sebagai Yudikatif (penegak hukum, memberikan keadilan, dan memutuskan perselisihan hukum), telah dibunuh.

"Faktanya putusan MK kini tak lagi dianggap inkracht. Dalam konsep separation of power (pemisahan kekuasaan) MK sebagai Yudikatif, tidak berdiri sendiri, ada Eksekutif dan Legislatif. Ketiga pilar kekusaan ini merupakan pilar penting bernegara, harus berjalan bersama tanpa saling menegasikan, namun apa yang terjadi saat ini, adalah sebaliknya,”tutur Bima bersama mahasiswa lainnya.

DPR RI melakukan revisi sejumlah Pasal dalam UU Pilkada dalam waktu yang sangat singkat, tanpa moral dan menabrak dinding-dinding batas konstitusional. Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah. Dan Putusan MK Nomor 70/PUU- XXIW2024 mengenai syarat usia calon kepala daerah yang diambil saat penetapan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dua putusan terbaru ini seharusnya akan memberikan angin segar bagi demokrasi elektoral di Indonesia. Namun pasca putusan MK tersebut, DPR RI melalui Badan Legislaltif membentuk Panitia Kerja (Panja) UU Pilkada untuk melakukan pembahasan revisi UU Pilkada pada Rabu 21 Agustus 2024.

Revisi UU Pilkada tersebut sebagai upaya nyata untuk menjegal dan membungkam Putusan MK Nomor

70/PUU-XXII/2024 dan kembali memasukkan pasal inkonstitusional pada Putusan Nomor 60/PUU-XXIV2024. Revisi ini rencana akan disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis, 22 Agustus 2024 pukul 09.30 WIB. Sebagaimana Surat Undangan Rapat Paripurna Nomor B/9827/LG02.03/8/2024.

Sangat ironis, mengecewakan, dan menyedihkan. Bahwa DPR RI sebagai Lembaga Legislatif yang memiliki fungsi utama untuk penyusun regulasi dan mengawasi kekuasaan ternyata semakin tenggelam dan terjebak dalam 'nafsu' kekuasaan yang justru mengamputasi hukum dan kewarasan serta kepercayaan publik kepada lembaga 'para wakil rakyat ini.

DPR RI kini seakan menjadi kaki tangan elit dan rezim otokratis untuk melanggengkan otokrasi legalisme. Memonopoli regulasi untuk mempertahankan kekuasaan, memperkuat fondasi regulasi dengan manipulasi narasi, pelanggaran hukum, dan etika secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Harapan publik atau rakyat, bahwa DPR RI menjadi wakilnya yang amanah, jujur, dan teladan, justru sebaliknya cawe-cawe' di dalam menjegal Putusan MK melalui hasil rapat DPR-RI hari Rabu, tanggal 21 Agustus 2024.

Editor : Wanda Nurma Saputri
Bagikan

Berita Terkait
Terkini