Bagaimana lu akan membagikannya setelah lu meninggal nanti, tanya Koh Liang.
Bisa lah gua urus Surat Keterangan Hak Waris, suatu akta otentik yang diterbitkan oleh Pejabat Balai Harta Peninggalan yang menerangkan tentang keadaan yang meninggal dunia, ahli waris, harta peninggalan, dan hak bagian masing-masing ahli waris, ujar Koh Alun.
Dengan semangat, Koh Alun bercerita, anaknya yang 6 orang itu akan mendapat hak waris setelah dia meninggal nanti. Koh Alun punya alasan,Banyak teman gua yang sudah sukses membagikan hartanya pada anak-anak. Balasannya, mereka dikirim ke panti jompo.
Koh Liang tak mau nasibnya seperti teman-temannya itu. Kalau sekarang, anak-anaknya pada baik dan santun. Takut ngga gua kasi warisan kali, haha ..., becanda, ujarnya tertawa terbahak-bahak.
Apa yang dikatakan Koh Alun benar adanya, banyak orangtua di panti jompo menghabiskan sisa umurnya. Sebenarnya, mereka butuh selalu berinteraksi dengan keluarganya.
Seorang yang pekerja keras, gigih dan ulet, orang Tionghoa juga dikenal dengan kebijaksanaannya. Mereka tidak pernah memikirkan dirinya sendiri, lebih jauh dari itu mereka juga memikirkan bagaimana kesuksesan yang mereka raih saat ini juga bisa dirasakan pada anak cucunya nanti.
Jangan heran, kalau banyak orang Tionghoa yang sukses turun menurun terus hingga ke akhir generasi penerusnya. Karena mereka bekerja keras dan hemat. Gunakan uang seperlunya, tidak hedonisme.
Bukti salah satu pengusaha sukses sekaligus pendiri perusahaan Djarum berdarah campuran Tionghoa-Indonesia, Robert Budi Hartono. Total kekayaan Hartono pada tahun 2012 tercatat oleh majalah Forbes mencapai US$ 6,5 Miliar dan berhasil menempatkan dirinya sebagai orang terkaya ke - 146 di dunia dan orang terkaya nomor 1 di Indonesia.
Editor : Sri Agustini