Demokrasi mensyaratkan adanya suksesi kepemimpinan melalui jalur formal yang dikenal dengan pemilihan umum. Pemilu sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat dipandang sebagai kesempatan bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya untuk menduduki jabatan politik tertentu guna menjalankan roda pemerintahan. Tuntuan terhadap kualitas pelaksanaan pemilu menjadi sebuah konsekuensi atas jaminan daulat rakyat tersebut. yaitu menjalankan pemilu berdasarkan asa langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil harus dapat dilaksanakan secara utuh. Standar pemilu yang demokratis dan berintegritas adalah berhasilnya menghadirkan proses pemilihan yang pada akhirnya memberikan jaminan legitimasi terhadap hasilnya.Hal tersebut tersebut tercapai apabila memenuhi beberapa nilai
diantarnya transparansi, akuntabilitas, kredibilitas, dan integritas. Standar pemilu yang demokratis lainnya adalah tentang partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat sebagaimana menurut Miriam Budiarjo adalah kegiatan masyarakat secara pribadi maupun kolektif untuk ikut secara aktif dalam kehidupan demokrasi. Dalam kontek pemilihan umum, partisipasi poilitik masyarakat tidak sekedar tentang kehadiriannya ke tempat pemungutan suara. Partisipasi masyarakat pada level yang lebih tinggi adalah terlibat dalam proses pendidikan masyarakat tentang kepemiluan. Level partisipasi yang lebih tinggi lagi adalah hadir secara partisipatif dalam pengawasan pemilu.Meskipun secara formal Pengawasan Pemilu telah diamanatkan kepada lembaga negara yang bernama Bawaslu. Pada hakikatnya pengawasan berada di tangan rakyat, lembaga seperti Bawaslu adalah sebagai wujud mandat politik dari lingkaran demokrasi. Oleh karena itu, partisipasi politik masyarakat untuk melakukan pengawasan adalah bagian dari hakikat fungsi mereka sebagai warga negara. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengawasan pemilu secara partisipatif, paling minimal adalah mengawasi diri sendiri untuk mencegah dari aktivitas-aktivitas yang mengarah pada proses politik yang tidak dibenarkan oleh aturan maupun norma yang berlaku dalam masyarakat.
Semakin banyak orang yang mampu mengawasi dirinya sendiri untuk menghindari hal yang demikain, semakin dekat mimpi pemilu demokratis dapat tercapai. Partisipasi masyarakat secara individu apabila dijadikan sebuah gerakan secara kolektif dampaknya tentu akan lebih besar.Karena hal tersebut membuka ruang bagi partisipasi masyarakat dalam proses politik yang juga akan mendorong akan lahirnya ide-ide untuk melakukan pengawasan partisipatif yang sesuai dengan kondisi sosial dan kebudayaan setempat. Pengawasan partisipatif dengan pendekatan komunitas masyarakat menjadi salah satu cara yang tepat dilakukan guna mendorong tumbuh kembangnya partisipasi politik di tengah-tengah masyarakat dalam pengawasan pemilu.
Bawaslu Kabupaten Kepulauan Mentawai yang belakangan ini telah melakukan kerja sama dengan Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kabupaten Kepulauan Mentawai. Ini membuktikan masyarakat adat ingin berkontribusi dalam pengawasan pada pemilu dan pemilihan tahun 2024 secara serentak khususnya di Kepulauan Mentawai. Kita ketahui pada pemilu sebelumnya masyarakat adat yang memiliki sebanyak 17 komunitas yang tersebar di kecamatan ini memiliki peran penting diwilayah komnitasnya masing-masing. Dan tidak diberdayakan sementara sentral atau basis persoalan terkait dimasa pemilu berada di tinggkat dusun ataupun Desa. Ini bagian dari langkah awal untuk dapat mendorong lahirnya komunitas-komunitas masyarakat pengawasan partisipatif terutama yang berbasis kearifan lokal (local wisdom).Kearifan lokal dan sarana kebudayaan merupakan bagian yang lahir dan tumbuh ditengah-tengah masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat sendiri yang memahami nilai luhur budaya untuk mengatur tatanan kehidupannya.Oleh karena itu, mengelaborasikan pengawasan pemilu dengan pendekatan komunitas masyarakat yang berbasikan kearifan lokal adalah titik kompromi yang paling tepat untuk meningkatkan pengawasan partisipatif dalam tatanan kehidupan demokrasi di Indonesia. Pendekatan-pendekatan terhadap masyarakat adat dalam perspektif penyelesaian konflik itu pasti ada di setiap daerah. Hal itu yang harus digali secara mendalam sehingga kemudian ditemukan bentuk-bentuk kearifan lokal dalam meminimalisir konflik pemilu maupun pemilihan pada tahun 2024.Pendekatan kearifan lokal sangat penting dalam meminimalisir konflik pemilu atau pemilihan (pilkada). Hal tersebut dikatakannya saat menjadi narasumber dalam diskusi Peran Kearifan Lokal dalam Meminimalisir Konflik Pemilu bersamaDalam alur sengketa proses baik pemilu atau pemilihan, kata Bagja, kearifan lokal masuk saat tahapan mediasi (sengketa proses pemilu) atau musyawarah tertutup (sengketa pemilihan).
"Saat mediasi ini biasanya konteks kearifan lokal terjadi demikian juga dengan sengketa pemilihan ada musyawarah tertutup disinilah konteks-konteks kearifan lokal itu terjadi baik menggunakan pendekatan suku, adat dan lainnya. Ada beberapa prinsip saat tahapan mediasi atau musyawarah tertutup yakni dilaksanakan secara tertutup, kendali tetap pada majelis yang memimpin dengan skill mediasi, prinsipal hadir secara langsung.Lalu, bersifat rahasia dan tidak dipublikasikan, tidak mengenal kesepakatan sebagian, fakta-fakta yang terjadi tidak dapat menjadi alat bukti pada adjudikasi atau musyawarah terbuka, dan berita acara kesepakatan dituangkan pada putusan.Salah satu opsi penyelesaian masalah saat mediasi atau musyawarah terbuka yakni dengan 'win-win solution' dan masyarakat adat kita sudah terbiasa dengan konsep 'win-win solution' dalam penyelesaian konflik.
Penggunaan kearifan lokal dalam penegakan hukum penyelesaian sengketa proses pemilu dan pemilihan dilakukan karena setiap daerah memiliki kearifan lokal yang dapat diberdayakan secara kolaboratif. "Dan itu dapat menjadi modal sosial untuk merawat dan mengembangkan proses demokratisasi.(*)
Editor : Sri Agustini