Seperti halnya hukum pidana, hukum perdata juga terbagi menjadi dua yaitu hukum perdata materiil dan hukum perdata formal. Di mana .hukum perdata materiil merupakan hukum yang berisi ketentuan-ketentuan yang mengatur kepentingan perseorangan seperti hukum perorangan (personenrecht), hukum keluarga (familierecht), hukum kekayaan atau hukum yang mengatur kebendaan (vermogensrecht), dan hukum waris (erfecht).Sedangkan hukum perdata formal merupakan sekumpulan peraturan yang mengatur pelaksanaan sanksi bagi para pelaku yang melanggar hak-hak keperdataan sesuai yang dimaksud dalam hukum perdata materiil. Istilah hukum perdata materiil lebih dikenal dengan hukum acara perdata yang aturannya hingga sekarang masih didasarkan pada peraturan peninggalan jaman penjajahan Belanda yaitu H.I.R (Herzien Inlandsch Reglement), RBG (Rechtreglement voor de Buitengewesten) dan Rv (Wetboek op de Burgerlijke Rechtvordering). Namun meskipun ketiga aturan tersebut masih digunakan, hukum acara perdata juga dilengkapi dengan undang-undang lainnya seperti Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung.
D. Sumber-sumber Hukum PerdataMenurut Vollmar, sumber hukum perdata dibagi menjadi 2 (dua) yaitu sumber hukum tertulis dan sumber hukum tidak tertulis atau kebiasaan. Sumber hukum yang termasuk ke dalam sumber hukum tertulis adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) serta undang-undang lainnya yang termasuk dalam ranah hukum perdata dan yurisprudensi. Sedangkan sumber hukum tertulis adalah hukum yang timbul karena kebiasaan dan tidak terdapat pengaturannya secara rinci dalam bentuk tertulis.
E. Tujuan Adanya Hukum PerdataJika hukum pidana bersifat ultimum remedium (upaya terakhir), hukum perdata bersifat privat, yaitu menitikberatkan mengenai hubungan perorangan dan kepentingan perseorangan. Sehingga tujuan adanya hukum perdata adalah mengatur hubungan antar perorangan, misalnya adanya undang-undang perkawinan yang mengatur tentang apa saja syarat perkawinan agar dianggap sah, hal-hal apa saja yang dapat membatalkan perkawinan, dan lainnya. Hal ini hanya berlaku bagi pihak yang melangsungkan pernikahan dan tidak memiliki dampak secara langsung bagi kepentingan umum.
Perkara Perdata Menjadi Pidana, Apakah Memungkinkan?Dari beberapa penjelasan di atas sudah terlihat jelas perbedaan hukum pidana dan perdata. Namun ternyata pada prakteknya, banyak muncul perkara perdata berubah menjadi pidana. Padahal sudah jelas bahwa keduanya merupakan dua kategori hukum yang berbeda. Di mana, hukum pidana dikenakan kepada seseorang yang dianggap telah menganggu kepentingan umum oleh negara. Sedangkan hukum perdata, negara hanya bertindak sebagai pengawas.
Beberapa contoh perkara hukum perdata yang pada akhirnya berubah menjadi perkara pidana merupakan kasus sengketa tanah. Terlihat jelas bahwa sengketa ini terjadi karena adanya pertikaian antara dua pihak yang sedang memperebutkan lahan (hukum perdata), namun kejadian ini sering dibawa ke ranah hukum pidana. Hal ini mungkin terjadi jika terdapat unsur pidana yang muncul saat proses sengketa tanah, misalnya terdapat pemaksaan, penganiayaan, penggelapan, penipuan, dan sebagainya.Kasus lainnya adalah ketika terdapat perkara yang melibatkan utang. Misalnya seorang tersangka tiba-tiba harus mendekam di penjara karena dirinya telah berutang kepada seseorang. Hal ini jelas murni kasus perdata, namun bisa saja masuk ke ranah hukum pidana karena adanya penggunaan pasal yang dianggap sebagai pasal karet, di mana tersangka dapat dianggap telah melakukan penggelapan dan penipuan kepada korban. Tuduhan inilah yang akan terus diajukan hingga utang tersebut dapat dilunasi oleh tersangka.Nah, itulah rangkuman akan hukum acara. Mulai dari pengertian hukum acara secara umum, hukum acara perdata, hukum acara pidana hingga hukum acara tata usaha sudah terangkum secara jelas di dalam artikel ini.(*)
Editor : Sri Agustini