Jakarta, Kupasonline -- Ahli biologi asal Amerika Serikat (AS) Walter Auffenberg mengungkapkan bahwa air liur komodo memiliki sejumlah racun yang dapat menewaskan mangsanya.
Auffenberg yang saat itu memutuskan tinggal di Pulau Komodo pada tahun 1969 itu mengamati perilaku komodo dengan habitat sekitarnya. Ia melihat kerbau air yang digigit oleh komodo menyisakan luka menganga. Luka tersebut kemudian segera berkembang menjadi infeksi yang fatal.
Berdasarkan pengamatan ini, Auffenberg mengira komodo menggunakan bakteri sebagai racun. Sebab menurutnya ketika komodo menggigit mangsanya, komodo membanjiri luka menganga tersebut dengan mikroba dalam mulut dan melemahkan serta membunuh korbannya.
Melansir National Geographic, teori Auffenberg itu dipatahkan oleh Peneliti dari Universitas Queensland Bryan Fry pada tahun 2009. Fry menemukan alasan sebenarnya dari gigitan komodo yang mematikan setelah meletakkan salah satu dari binatang ini di bawah alat pemindai medis.
Ternyata, komodo memiliki kelenjar racun yang mengandung racun penurun tekanan darah. Racun tersebut dapat menyebabkan pendarahan besar dengan mencegah pembekuan darah mirip bisa ular sehingga membuat korbannya kaget.Namun menurutnya tidak ada bukti bahwa racun tersebut benar-benar memengaruhi mangsanya atau disekresikan dalam jumlah yang signifikan selama gigitan.
"Itu hanya sebuah mitos yang memikat dan diterima seperti Injil," kata Fry.
Berangkat dari hal itu, Fry pun menghubungi koleganya yang merupakan pakar mikroba dari Fakultas Kedokteran Universitas California, Ellie Goldstein. Dari Goldstein mereka berupaya melanjutkan penelitian di tiga kebun binatang, yakni di Los Angeles, Honolulu, dan Houston.
Dari sampel 10 komodo dewasa dan 6 anak komodo mereka menemukan tidak ada yang spesial dari mikroba yang terkandung dalam liur komodo.
Editor : Sri Agustini