"Orang-orang yang menulis pedoman konten mengambil keputusan untuk tidak mengizinkan konflik di platform, sehingga ada beberapa insiden, di mana konten tidak diizinkan di platform, khususnya yang berkaitan dengan situasi Uighur," ujarnya.
Pihak TikTok menyebutkan, kebijakan konten TikTok sebelumnya tidak mengacu kondisi Uighur. November lalu, TikTok menyalahkan 'kesalahan manusia' terkait penghapusan video viral yang diunggah seorang remaja Muslim asal Amerika Serikat, Feroza Aziz yang menyinggung soal kamp penahanan etnis minoritas Uighur di Xinjiang.
Kanter tidak menjelaskan secara pasti kapan kebijakan moderasi konten diubah, tapi dia mengatakan sudah "setidaknya lebih dari setahun,"
"Saya hanya ingin menekankan bahwa kami tidak menyensor konten [sekarang]. Saya mendorong Anda untuk membuka aplikasi dan mencari tentang Tiananmen Square, mencari Uighur, mencari Tibet, Anda akan menemukan konten itu di TikTok," katanya.
Kanter juga mengundang pejabat Inggris untuk datang ke Pusat Transparansi dan Akuntabilitas TikTok untuk memeriksa algoritma aplikasi dan mengamati pendekatan perusahaan terhadap moderasi konten, serta mengklaim bahwa mereka dapat melihat sendiri bahwa tidak ada penyensoran lagi di TikTok.
"Kami satu-satunya platform yang telah mengumumkan pendekatan terbuka untuk Anda," ujar Kanter.
Pemerintah Barat dan pegiat HAM sebelumnya diketahui tengah mendalami keterkaitan TikTok dengan penahanan Muslim Uighur di Xinjiang. Departemen Luar Negeri AS memperkirakan bahwa sebanyak 2 juta orang Muslim Uighur dibawa ke kamp-kamp penahanan.Mereka menduga, para suku Uighur yang dibawa ke kamp tahanan itu diindoktrinasi dan dianiaya. Sementara pihak China bersikeras bahwa kamp-kamp itu merupakan 'pusat pelatihan kejuruan' secara sukarela.(*/dvi)
Sumber : CNN Indonesia
Editor : Sri Agustini