Jakarta,kupasonline--Berapa komoditas pangan yang nilai impornya cukup besar dan berpotensi membebani neraca perdagangan. Beberapa di antaranya adalah gula, kedelai, gandum, serta jagung.
Lutfi mengatakan lonjakan harga tersebut didasarkan pada data rasio stok terhadap penggunaan yang dirilis Australian Bureau of Agricultural and Resources Economics and Science (ABARES) tahun ini.
"Saya hanya menggambarkan volatile food yang kita bergantung pada impor dalam keadaan seperti itu," ujarnya dilansir dari cnn indonesia.
Untuk komoditas gula, misalnya, rasio stok terhadap penggunaannya diperkirakan turun 46,1 persen. "Stok gula dunia diperkirakan turun, sehingga harga internasional sudah naik bulan ke bulannya, terutama awal tahun ini," imbuhnya.
Kemudian, harga stok minyak nabati juga diperkirakan turun 21,7 persen, sedangkan indikator harganya naik jadi US$941 per ton.
"Sehingga harga internasional naik, termasuk kedelai. Jadi bapak, ibu, bisa melihat harga daripada vegetable oil atau CPO merangkak lebih dari 1.070 dolar," terangnya.Lalu, stok gandum turun 37,7 persen dan indikator harganya naik US$255 per ton. Sementara, stok jagung turun pada 2021-2022 sebesar 90 persen dan indikator harganya naik jadi US$226 per ton.
"Rasio gandum diperkirakan turun 2021, sehingga harga internasional naik pada jangka panjang, meskipun diprediksi turun, dan harga jagung diperkirakan naik, namun jangka panjang turun," imbuh Lutfi.
Seperti diketahui, sebelumnya Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengkhawatirkan ketergantungan Indonesia terhadap komoditas impor seperti gandum kedelai dan jagung.
Editor : Sri Agustini